Googbye Silvi, Wish Allah Bless You, Always, amiien... (Part1)

11:26 PM

Sudah seminggu berlalu sejak kepergian Silvi (Silvia Nungky Aruningtyas), dan saya baru sempat menuliskan cerita perjalanan kami menjenguk dan menguburkan jenazahnya. Seminggu ini jadwal padat sekali, padahal saya hanya ngoding database saja, plus nulis beberapa artikel, dan sedikit project. Goodbye Silvi, semoga amal dan perbuatannya diterima Allah dan semua kesalahan dan dosanya diampuni-Nya, amiien...

Awalnya, sebelum Sabtu 28Sept13, saya dapat kabar kalau Silvi (salah satu anggota kabinet semut rang-rang dept.SosKemasyarakatan) mengalami sakit. Beritanya tersebar melalui jejaring sosial. Akhirnya saya kontak Rani, sahabatnya, dan menanyakan kondisinya. Pun, ga nyangka kalau beliau sakitnya sama kayak saya, gastritis plus plus. Dulu waktu saya dirawat dua minggu gara-gara penyakit ini saja, rasanya udah bosen, ga bisa makan apa pun soalny, semua keluar. Dan ga kebayang bisa gitu Silvi kena juga. Hm, pola makan sih, dan kegiatan. 

Kurang lebih Selasa atau Rabu, Hamdan(kaderisasi semut) mengirim pesan ke saya lewat what's app, kira-kira begini: 
"Mbak, mau ikut jenguk Silvi ke rumah sakit ga?" tanyanya, saya jawab, "Mau banget, kapan, pake apa ke sana?","Naek mobil mbak, kita dua mobil sama anak-anak bem","Okeh, kabar-kabarin ya berangkatnya, aq ke Dakol ni berarti.","Iya mbak."
Dan... akhirnya setelah bekam karena memang sudah hampir dua bulan ini, sampailah saya tepat pukul setengah satu siang di poltek. Di sana ketemu Abid dkk, yang sudah menunggu. Saya sholat Dzhuhur dulu, maklumlah, perjalanan Dipati Ukur-Dayeuhkolot lumayan juga, yang sebenarnya tidak terlalu jauh, karena ditambah macetnya kota Bandung plus debu yang beterbangan, selain bikin flu, makan waktu juga, hampir sejamlah perjalanan. Padahal kalau tidak macet 20menit saja cukup, hahaha.

Setelah sholat, saya ke bawah. Di sana sudah ada Inna, Ika, Fatra, Adi, dkk. Saya dan Inna keluar dulu, beli minum, haus banget perjalanan jauh, terus ke ATM deh. Keluar dari ATM  mobil sudah siap. Drivernya Abid dan Fatra(baru tahu saya, Fatra bisa nyetir juga ternyata). Dipilih-dipilih, saya menemani Ika dan Soffa dengan driver Fatra, plus Adi dan Teguh.  Di mobil lainnya Abid, Anggi, Inna, Nindy Ayu, Icha, Putri (ada lagi ga ya, parah bener lupanya). 

Perjalanan cukup panjang, dari Dakol jam1an, sampai di sana sekitar pukul setengah lima menjelang jam lima, empat jam lebih. Maklum macet, apalagi weekend. Di jalan kami sempat berhenti ke rest-area, beli cemilan. Di mobil, kami bercanda-canda, mengingat-ingat zaman dulu waktu semut masih berjaya, sekarang kan sudah pada lulus semua, sudah pada kerja juga. Sedikit merasa ngantuk tapi tidak bisa tidur, gara-gara anak-anak ini bercanda mulu, tapi asik kok. Fatra bawa mobilnya nyaman banget, ngalahin driver-driver yang lain deh. Tidak berasa mual-mual saya, kalau drivernya ga bener kan penumpangnya bisa mabok, hahaha :D. Anyway, ngomong-ngomong soal Fatra, ada beberapa kejadian lucu nih. Pertama, waktu kami lewat tol, dan doi mau ambil slip kartu buat bayar tol, eh, ga nyampe dong tangannya! Mobil belakang udah klakson mulu, doi akhirnya agak mengeluarkan sedikit badannya lewat jendela, sambil berusaha mengambil silp pembayaran, padahal doi kan tinggi! Yah.. kurang deket plang buat ambil slip sih mobilnya, hihihi. Masih mending yang ini sih, yang kedua ini beneran deh, kami tertawa terus, bahkan mobil di belakang kami pun ikutan senyum. Ceritanya waktu melewati pintu tol, kan ada tuh antrian panjang. Eh, doi lihat dua pintu tol kosong, ya sudah, kami pun lewat situ dan ternyata... itu pintu tol buat e-tol, dong! Paniklah kita, gimana ga panik, salah jalan, alhamdulillah di belakang cuma ada satu mobil. Kebayag ga kalo kita sudah salah pintu, antrean mobil di belakang banyak banget, pasti marah-marahlah orang-orang di belakang! Untung saja, mobil di belakang kami pun pengertian. Mobilnya mundur pelan-pelan dan kami pun pindah jalur pelan-pelan. Hahaha, kontak Abid semobil pun ketawa, dan mobil di belakang mereka pun ikut ketawa, bapak-bapak. Maklumlah ya, kami kan newbie di jalan tol pake mobil rental juga, lol :P.

Akhirnya kami pun masuk ke tol jagorawi, di sini kami terpisah, gara-gara salah jalan tadi. Abid dkk mesti putar balik, bisa-bisanya nyasar ke Cikampek, arah Jakarta, jauhnya, padahal mereka di depan kami tadi. Dan kami duluanlah yang sampai di rumah sakit. Di sana sudah ada Ayu, DC, Wawan, Restu, Rani, dkk. Kami mengintip Silvi dari balik jendela, sedang ada yang menjenguk, Zacky dan temannya. Kami pun sholat ashar dulu, susah mencari tempat sholat sedari jalan tol, karena saking padat merayapnya. Setelah sholat, kami kembali masuk ruangan. Saya, Adi, Ika, dan Soffa, dan Teguh berbarengan. Ika dan Soffa langung keluar begitu melihat Silvi. Ga tega, kondisinya mengingatkan saya ketika saya dirawat di rumah sakit dulu, selang infus di mana-mana, dan selang oksigen juga. Bedanya, waktu itu saya setengah sadar dan hanya sehari semalam tidak sadar alias pingsan, sedangkan Silvi, sungguh ga tega liatnya. Benar-benar sudah tidak bisa digambarkan, kurus kering, lemah tak berdaya, nafasnya cegukan, adeknya duduk di sampingnya membacakan Yaasin. Kami, saya dan Adi, menyalami ibunya. Saya bilang ke Adi, "Kita doain dulu Di, baru keluar, ya, baca doa, Al Fatikhah sama Al Ikhlas, insyaAllah beliaunya mendengar." Adi pun memimpin doa, dan sekilas melihat Silvi, sepertinya dia mendengar, sedikit senyum (mungkin, kalau bisa diartikan gerakan ekspresi muka itu senyum), dan kami pun keluar karena ada tamu lagi yang lain. Miris saya melihat tempat dan pelayanan rumah sakitnya, di kota gede loh, Cibinong, tapi masih jauh lebih baik pelayanan rumah sakit di Magelang, negeri juga. Seharusnya kalau sudah koma seperti itu dirawat di ruang yang memadai, yang tidak bercampur baur dengan pasien lain, ini di kelas 3, saya cukup pengalaman mengenai ruang rumah sakit, mengingat saya sudah sering keluar-masuk dirawat. Hm, saya harus lebih bersyukur. 

Sekeluarnya saya dan Adi, kami mengobrol degan Rani, menanyakan kondisi terkini Silvi. Rani menceritakan semuanya, sejak awal Silvi sakit dan masuk rumah sakit, kondisi keluarga, dan lainnya. Kami, sebagai sahabatnya, merasa trenyuh mendengar cerita Rani, makin ga tega! Dan selang lima menit kemudian, ketika kami masih mengobrol, ibu Silvi berteriak kencang. Ga nyangka tadi terakhir saya melihat Silvi, tepat dengan sakaratul mautnya. Tak kuasa melihat keadaan Silvi, saya pun memilih duduk dekat Ika yang menangis, saya bacakan Yaasin, Ar-Rachman, dan Al-Waqiah. Rombongan Inna dkk yang baru selesai sholat dari mushola pun bertanya pada saya, "Gimana Silvi, Mbak?", saya jawab, "Lihat sendiri, Na.", sambil terus menghapus air mata yang menangis. Nindy Ayu tidak berani masuk, kami pun membacakan Yaasin bersama-sama. Suasana semakin trenyuh, semua orang berlarian masuk ke ruangan. Alhamdulillah saya masih sempat bertemu dan mendoakan beliau, walaupun rombongan Inna dkk tidak sempat bertemu, keburu dilepas semua alat-alat bantu rumah sakitnya, dan ditutup. Dan kami semua pun yang hadir di sana menitikkan air mata. Bahkan teman-teman semut yang laki-laki pun tidak malu tuk meneteskan air mata, kami kehilangn Silvi, innalillahi wa inna ilaihi rojiun...

Tak kuasa menahan tangis, para cewek saling berpelukan, Inna menyentuk pundak saya dan berkata, "Mbak, yuk istirahat, sholat dulu, mbak pasti capek, kan?" dan kami pun menuju masjid rumah sakit. "Mbak Maul, saya belum sempat ketemu Silvi... hiks.. hiks.. hiks..," keluh Inna sambil memeluk saya, "Udah nduk, wudhu dulu kita, nanti langsung ke rumahnya, kita doakan aja biar dia diterima Allah." balasku. "Nggih mbak, yuk, njenengan mboten mbeta tas ta, dititipke mawon." katanya sembari menuju tempat wudhu dan tiba-tiba handphone saya berdering. "Mbak, mbak langsung ke rumah Silvi aja ya, nemenin Rani, ini kita lagi ambil mobil. Kita yang nyiapin kondisi di sana." kata Hamdan pada saya, "Oh, okeh-okeh, aku ke sana sekarang, kita maghrib di rumah Silvi ni berarti. Ketemu di mana?" jawab Hamdan, "Di depan pintu rumah sakit aja mbak, mbak tunggu di sana ya!" "Ok, otw, kabarin kalo mobilny udah di depan." Saya pun berlari ke gerbang rumah sakit, mengejar maghrib ceritanya. Saya hapus sisa-sisa tangis di jalan. Kalau saya ga tegar, gimana bisa nenangin teman-teman?

Dan, mobil pun muncul tepat ketika saya sampai ke gerbang rumah sakit. Langsung naik mobil menuju rumah duka, sembari terus berdzikir, sesenggukan saya lihat Fatra menangis di belakang ditenangkan Hamdan. Hadeuh, ternyata melownya masih juga, Abid yang nyetir, Rani di depan, saya di tengah bersama Teguh atau Anggi ya, lupa saya!  Tiba-tiba Rani teriak histeris sambil menelepon Sofi, alhamdulillah saya sudah tenang jadinya saya tenangkan Rani, saya tepuk-tepuk pundaknya. Akhirnya Rani memelankan suaranya, mobil terus berjalan. "Bid, hati-hati bawa mobilnya ya, banyakin doa." kata saya ke Abid dan dibalasnya sambil menyeka air mata sedikit, "Nggih mbak, tenang aja, saya juga pelan-pelan kok bawanya."

Dan akhirnya kami sampai di rumah duka. Kami diam, langsung salim ke nenek Silvi dan membawa beliau masuk. Beliau bertanya dalam kebingungan, kira-kira seperti ini, "Mana anak saya, mana Silvi cucu saya? Kok teman-teman Silvi saja yang datang?" Kami tak ada yang bisa menjawab selain Rani, "Sedang dalam perjalanan ke sini, Nek. Kita masuk aja yuk." Wajarlah nenek tidak percaya, karena ekspresi kami semua menyiratkan kesedihan. Meskipun masuk ke rumah, nenek terus menanyakan hal yang sama, sampai Hamdan dan kawan-kawan mulai memindahkan meja dan kursi di ruang tamu. Nenek menangis, saya langsung memeluknya, menghiburnya, biar Rani yang beres-beres, karena dia yang tahu kondisi rumah. Kami, saya dan nenek maksudnya, langsung masuk kamar dan terduduk. Sesaat sebelumnya nenek menyuruh kami membersihkan ruang tamu.

Di dalam kamar nenek terus berdzikir dan berdoa untuk Silvi, sambil terus meneteskan air mata, terlebih lagi ketika bibinya Silvi masuk kamar sambil menangis juga. Tapi tidak lama kemudian nenek sudah tegar, malah menasehati saya, "Silvi sudah tenang nak, biar ga kelamaan sakit makanya dipanggil duluan, nenek harus lebih sabar dan banyak berdoa, nenek sudah tua, tapi diberi kesempatan lebih sama Allah." Sontak saya ga tahan ga nangis lagilah, gimana pun nenek ini tegar banget, masih bisa mengucap syukur dan mengambil hikmah dari kehilangan seseorang, "Iya nek," kata saya sambil mengusap air mata. "Sudah maghrib belum nak? Kalau belum sholat dulu saja, biar tenang, yang lain juga disuruh sholat dulu ya, habis sholat kan bisa dilanjut lagi beberesnya." Super ya, nenek Silvi, tegar banget.

Saya pun sholat duluan, maghrib dijamak isya di kamar, yang lain menyusul, yang ikhwan-ikhwan sholat di ruang tamu setelah saya sudah mau salam. Sehabis sholat saya dan Rani beberes ruang tamu yang memang sudah dipindahkan barang-barangnya oleh anak-anak. Kami mencari kasur tipis dan kain. Begitu jenazah datang bersama ibunda Silvi, kami langsung meletakkan jenazahnya di tempat yang sudah kami persiapkan. Ibu Silvi masih jejeritan, masih shock. Saya seperti menonton drama saja, saking miripnya kondisi dengan di film-film. Selang beberapa saat ibunya dibawa ke kamar, ditenangkan oleh neneknya. Kami, saya dan Rani dan beberapa ibu-ibu segera mengganti pakaian jenazah. Ditutup jarik, yang ikhwan-ikhwan pada menyingkir, membiarkan kami melepas kain yang melapisi jenazah. Baru perdana saya pegang jenazah langsung, biasanya hanya melihat dari dekat tanpa memegangnya. Masih hangat. Pelan-pelan saya lepas lapisan pembungkus jenazah dan meletakkan kakinya dengan lembut, ibu-ibu yang lain dan Rani pun melakukan hal yang sama. Satu hal yang saya ingat, tidak boleh menetes sedikitpun air mata kita ketika merawat jenazah, kasihan jenazahnya di alam kubur nanti (lupa haditsnya ini).

Setelah dilepas dan ditutup dengan kain, kami pun membacakan yaasin dan tahlil untuk Silvi. Doa terus mengalir terpanjat dari orang-orang yang datang. Tak cuma anak-anak semut yang hadir, teman-teman poltek dan tetangga, saudara juga berdatangan. Tak berlarut-larut menangis, saya dan Rani beberes di dalam, menyiapkan sedikit apa-apa yang bisa kami bantu. Hitung-hitung saya belajar soal jenazah dan kematian, kalau-kalau menghadapi situasi seperti ini. Semua memang ada hikmahnya :).

Karena ramai di dalam, saya dan anak-anak semut menyingkir ke samping, sembari menunggu teman-teman yang mau isya, saya sms teman-teman yang lain, mengabarkan berita ini. "Mbak, mas Geni udah dikasih tahu?" tanya Wawan dan Abid. "Geni dah dikasih tahu, Ul?" tambah DC. "Iya, udah, tapi ga dibales." balasku. Eh, beberapa detik kemudian dia telepon saya dan Abid, menanyakan kondisi Silvi dan salam ke teman-teman. Maklum sedang di luar kota, jadi tidak bisa melayat. 

----------------- ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~--------------------
Waktu beranjak malam, selepas isya kami kelaparan. Wajar sih, tenaga siang tadi, berangkat jam satu sampai jam lima sore plus ngurus jenazah cukup menguras tenaga. Kami pun makan malam dulu, jangan sampai ketika sholat jenazah dan nguburin besok kami malah tepar, ga lucu kan, hehe. 

Sambil menunggu makanan datang (sate ayam + kambing), kami mengobrol dan bercanda, menghilangkan sedikit sedih di hati. Allah maha baik, kami yang sedang sedih dihibur dengan datangnya banci-banci kota Cibinong. Sontak yang cowo pada geli-geli dan mau kaburlah ya, tapi yang paling shock dengan datangnya banci itu ya salah seorang dari yang cewek. Putri geli banget, sampai ketakutan gitu. Untung ga bertahan lama gitu bancinya, hahaha. Kami langsung kabur begitu banci terakhir datang, langsung menuju TKP, rumah Silvi. Di belakang, ternyata saya baru tahu, Hamdan dan Fatra yang jadi sasaran, setidaknya ada hiburan sedikit di balik tiap kesedihan. Allah selalu menghibur kita dengan jalan-Nya sendiri. 

Sampai di rumah Silvi, ketemu Asri, Mita, dan Sofi bareng orang tuanya. Kami berpelukan, ga nyangka Silvi bakal pergi secepat ini. Asri langsung dari kantor, baru sampai rumah langsung otw ke sini, nampak jelas mukanya kecapekan dan maagnya kambuh. Sofi sudah tidak berbentuk lagi, wajahnya menyiratkan kesedihan, Silvi kan teman kosannya soalnya. Ya, semuanya sedih.

Menjelang jam sebelas, Anna datang tepat di saat kami sedang rembugan mau tidur di mana. Sembari menunggu Anna mendoakan dan membacakan yaasin, kami pun berembug. Akhirnya sebagian ke Anna dan Restu. Kami cewe-cewe ke Anna, meski ada jua yang ke Restu. Saya dan teman-teman menginap di rumah Anna, berangakt dengan mobil. Anna keren banget! Super deh bawa mobilnya, enak dan halus banget, tidak saya sangka dia bisa nyetir juga, kalah saya ya! Sampai di rumah Anna kami menggelar kasur dan menata tempat tidur, seperti biasa, seperti ikan pindang :D. Paginya kami antre kamar mandi dan sholat subuh dulu. Entah ga ngefek kali ya, walaupun sudah mandi, tetap saja berasa panasnya, kota Bekasi ini. 

Setelah sarapan, kami berangkat. Berpamitan dengan mama dan adeknya Anna, kami berangkat naek mobil menembus sepinya jalan tol jagorawi, berasa milik sendiri. Masih pagi, sekitar jam enamlah kami berangkat, sampai Cibinong pun jam tuju-an. Sudah rame ternyata readers. Kami langsung ambil posisi, duduk menunggu jenazah dimandikan. Setelah dimandikan, kami ambil air wudhu dan bersiap-siap sholat jenazah di masjid dekat rumah. Sholat jenazah lancar alhamdulillah. Yang membuat saya miris adalah, jumlah peserta sholat. Tanpa kami, hanya memungkinkan satu shaff saja. Ckckckc.... ini tetangga-tetangga pada kemana ya? Kalau di Magelang, orang sekampung, bahkan kampung sebelah pun ikut sholat, di sini hanya segelintir orang yang sadar bahwa mengurus jenazah itu fardu kifayah hukumnya, astaghfirullahaladzim... semoga kelak ketika saya dipanggil, banyak orang yang ikut mensholatkan, amiien...

Selesai sholat. kami ke makam. Naek mobil lagi tentunya. Kali ini saya sama Abid, Ika, Soffa, dkk. Inna misah, dengan Anna. Benar-benar terpisah, mereka nyasar, hadeuh... Alhamdulillah sampai di pemakaman cukup ramai orang. Dipimpin pak Kyai, kami membacakan doa dan tahlil. Sambil melihat prosesi jenazah diturunkan ke liang lahat, mulut senantiasa berdoa. Banyak sahabat-sahabat Silvi berdatangan, tidak hanya dari poltek, melainkan juga teman SMA, bahkan ada juga yang dari luar negeri. Subhanallah, orang baik selalu banyak teman, banyak yang mendoakan. Amiien..

------------------------~~~~~~~~Continue~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~--------------------------------







You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe